Selasa, 31 Mei 2011

Bola Liar Dana Representatif PDAM Padang*

Oleh: Ilham Kurniawan Dartias PDF Cetak Surel
 
Kasus ini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Padang. Tapi sangat disayangkan, walaupun sudah berstatus terdakwa, namun upaya penahanan terhadap Azhar Latif sangat lambat dan hanya dikenakan tahanan kota.Artinya saat ini, Azhar Latif masih bisa menghirup udara segar di Kota Padang. Di samping itu “kursi” direktur PDAM Padang masih dalam geng­gamannya. Seharusnya Azhar Latif dinonaktifkan sebagai direktur karena sudah bertitel “terdakwa” dan bagi seorang pejabat Negara, jika sudah berstatus terdakwa harus dinonaktifkan sementara. Akan tetapi ini tidak mempan terhadap Azhar Latif sehingga masih bisa memangku jabatannya sampai saat ini. 

Bola Liar

Hal yang mengejutkan banyak pihak dari korupsi dana representatif PDAM adalah disinyalir ada keterlibatan beberapa pihak yang ikut menikmati dan menerima dana tersebut. Terkuaknya informasi ini sebagaimana diungkapkan oleh Azhar Latif ketika proses per­sidangan di PN Padang. Lebih lanjut Azhar Latif mengatakan bahwa ada beberapa anggota DPRD, oknum TNI dan beberapa wartawan yang menerima dana representatif tersebut. Artinya banyak “tikus-tikus liar” yang berkeliaran dan terlibat dalam menggelapkan dana representatif PDAM yang dilakukan secara berjamaah

Ini akan menjadi bola liar jika pihak-pihak yang terlibat sebagaimana diung­kapkan Azhar Latif tidak diselidiki dan dicari kebenarannya. Di samping itu korupsi dana representatif PDAM sudah direncanakan sedemikian rupa oleh beberapa eli-elit dan pejabat daerah di Sumatera Barat.
Masih ingat dalam benak kita para pemimpin rakyat di Sumatera Barat (baca: anggota DPRD Sumatera Barat periode 1999/2004) yang “menguras” APBD Sumatera Barat secara berjamaah. Akan tetapi seluruhnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Begitu juga indikasi keterlibatan Gubenur Sumater Barat saat itu Zainal Bakar tidak ada kelanjutan hukumnya. Hal ini semakin diperparah semakin banyaknya kepala daerah yang terlilit kasus korupsi. Pembebasaan terhadap koruptor dan penegakan hukum yang kian “terabaikan” merupakan potret buram pemberantasan korupsi di daerah.

Dewasa ini begitu banyak pejabat-pejabat di daerah yang terjerat kasus korupsi. Hal ini menandakan bahwa korupsi sudah “menjamur” dengan modus yang lebih terencana dan tersusun rapi. Aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim) seharusnya mengusut tuntas mafia kasus dan peradilan, khususnya kasus korupsi dana representatif PDAM Padang ini yang diduga dilakukan secara berjamaah. Adanya indikasi keterlibatan beberapa anggota DPRD, oknum TNI dan war­ta­wan tersebut harus “dikuak” ke­permukaan agar masyarakat tahu betapa bobroknya moral pemimpin bangsa ini.
Di samping penuntasan kasus Azhar Latif, aparat penegak hukum harus mendesak dan meminta Azhar Latif untuk membantu penegak hukum membongkar pihak-pihak yang ikut menikmati dana segar dalam kasus a quo. Artinya aparat penegak hukum tidak hanya melakukan proses hukum ter­hadap Azhar Latif saja, tapi juga mengusut keterlibatan oknum yang disebut Azhar Latif ketika persidangan di PN Padang.

Whistleblower (Peniup Peluit)

Dalam kasus korupsi dana rep­resentatif PDAM ini Azhar Latif telah menyebutkan adanya keterlibatan beberapa pihak. Artinya perlu penyidikan lebih mendalam untuk membuktikan kebenaran dari ucapannya itu. Di samping itu juga harus ada perlindungan terhadap Azhar Latif yang sudah membuka jalan dan mengungkap keter­libatan beberapa pejabat negara tersebut.
Timbul pertanyaan apakah pe­ngungkapan beberapa nama oleh Azhar Latif bisa dikategorikan sebagai whis­tleblower (peniup peluit)?

Tidak mudah mendefinisikan tin­dakan whistleblower. Peter B Jubb (Whistleblowing: A Restrictive Definition and Interpretation, 1999), mengatakan whistleblower dicirikan oleh tindakan yang melawan kesepakatan terhadap organisasi. Tindakan itu memerlukan sikap tidak loyal bagi organisasi.

Jurgen Habermas juga menge­mu­kakan pemikirannya berkaitan dengan whistleblowing yang pada prinsipnya merupakan tindakan komunikatif. Artinya whistleblowing harus didasarkan pada kejujuran. Informasi yang disam­paikan harus benar-benar sesuai dengan fakta yang terjadi. Ketulusan menjadi faktor yang penting dalam tindakan itu. Whistleblowing bukan diarahkan untuk kepentingan publik, melainkan mewu­judkan ambisi pribadi yang sarat intrik. Tindakan itu disampaikan dengan bahasa yang jelas dan bukan dimaksudkan untuk menantang pertikaian dengan pihak lain.

Kejujuran, ketulusan, dan kejelasan menjadi barometer yang dapat digunakan untuk menilai motif tindakan whist­leblower. Dalam hal ini apakah Azhar Latif mengedepankan prinsip diatas dalam menguak tabir dibalik penerimaan dana representatif PDAM atau hanya balas dendam karena cuma dia saja yang di meja hijaukan.
Jika kita terawang lebih dalam dalam kasus dana representatif PDAM, ada kemungkinan Azhar Latif dan beberapa pihak yang diduga ikut menerima dana representatif PDAM ini telah membuat kesepakatan bersama. Akan tetapi karena yang kena “getah” hanya Azhar Latif sedangkan yang lain tidak di usut, akhirnya Azhar Latif berubah pikiran untuk tidak lagi loyal pada kesepakatan awal, sehingga membeberkan pihak-pihak yang ikut menikmati dana segar PDAM tersebut.

Terlepas dari kejujuran atau ketu­lusannya mengungkap pihak yang ikut terlibat, tapi pointsupport karena sudah membuka jalan dan memberikan informasi, tetapi dalam penegakan hukum Azhar Latif harus diproses berdasarkan aturan yang berlaku, jika terbukti bersalah harus dihukum karena perbuatannya yang merugikan keuangan negara. penting yang dapat kita tangkap adalah adanya inisiatif Azhar Latif mengungkap dan menyeret beberapa pihak yang terlibat dalam kasus ini ketika persidangan di PN Padang. Dalam konteks pemberantasan korupsi Azhar Latif patut dilindungi dan di


Dimuat Pada Harian Haluan pada Rabu, 18 May 2011*

1 komentar: