Pasca keluarnya
Putusan MA No. 49 P/HUM/2011 yang menganulir Permendagri No. 44/2011 terkait
kepemilikan Pulau Berhala merupakan pukulan telak bagi Pemerintahan Provinsi (Pemprov)
Jambi. Judicial Riview (uji materil) Permendagri
Nomor 44 Tahun 2011 yang dimohonkan Pemprov Kepri membuahkan hasil yang
menggembirakan bagi masyarakat Kepri dan pil pahit bagi masyarakat Jambi. Konflik
penguasaan Pulau Berhala yang sudah berlangsung sejak 1982 silam, hampir
bermuara pada penetapan secara yuridis siapa sebenarnya yang berhak atas Pulau
Berhala. Sebelum Kepri menjadi provinsi tersendiri, pulau tersebut
dipertahankan oleh Pemprov Riau dan Pemprov Jambi. Namun, setelah terjadi pemekaran,
sengketa beralih ke Pemprov Kepri dengan Pemprov Jambi. Lahirnya putusan MA
dalam perkara a quo menjadikan kepemilikan
Pulau Berhala semakin jauh dalam genggaman Pemprov Jambi dan terbuka lebar bagi
Pemprov Kepri.
Keberadaan Pulau
Berhala
Sebelum keluar putusan MA, Pulau Berhala
masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.
Berdasarkan Pasal 2 Permendagri Nomor 44 Tahun 2011, Pulau Berhala terletak di
bagian Utara Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi pada posisi 0º 51’
34” Lintang Selatan (LS) dan 104º 24’ 18” Bujur Timur (BT). Kemudian,
dalam Pasal 3 dinyatakan secara eksplisit Pulau Berhala masuk dalam wilayah
administrasi Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Keberadaan Pulau
Berhala dalam administrasi Provinsi Jambi juga dipertegas oleh pernyataan Menteri
Dalam Negeri Gamawan Fauzi, bahwa dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau mengecualikan Pulau Berhala masuk dalam
wilayah administrasi Provinsi Kepulauan Riau.
Keberadaan Pulau Berhala masuk wilayah
administratif Jambi juga tergambar pada Pasal 9 ayat (4) Undang-undang Nomor 54
Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten
Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi menyebutkan
bahwa batas Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebelah utara dengan Laut Cina Selatan,
sebelah timur dengan Laut Cina Selatan, sebelah selatan dengan Kecamatan
Kumpeh, Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi dan Propinsi Sumatera Selatan
dan dsebelah barat dengan Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan
Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi. Sebelah utara Kabupaten
Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi inilah posisi Pulau Berhala yang notabene
masuk dalam wilayah Provinsi Jambi.
Penguasaan Pulau Berhala secara efektif oleh
sebagian besar masyarakat Bedu dan Nipah Panjang merupakan alasan sosiologis
bahwa Pulau Berhala adalah wilayah Provinsi Jambi. Secara geografis letak Pulau
Berhala dekat dengan Kecamatan Nipah Panjang dan Kecamatan Sadu. Sejak puluhan
tahun lalu, setiap liburan lebaran dan liburan besar besar lainnya masyarakat
Nipah Panjang dan Sadu selalu berkunjung ke Pulau Berhala untuk berwisata (Haluan Kepri 18/02/2012).
Pertentangan Yuridis
Dikabulkannya Judicial Review Permendagri nomor 44
tahun 2011 menyisakan misteri yang harus diungkap kepermukaan, agar status dan
konflik kepemilikan pulau berhala menjadi terang. Berbagai berita di media
nasional dan lokal baik di Jambi dan Kepri saling mengklim terkait kepemilikan
dan status pulau berhala pasca putusan MA. Sebut saja pemberitaan yang
mengatakan bahwa Pulau Berhala yang selama ini disengketakan dua provinsi
bertetangga, Kepulauan Riau (Kepri) dan Jambi, akhirnya dinyatakan sebagai
milik Provinsi Kepri. Walaupun Mahkamah Agung mengabulkan gugatan judicial
review Permendagri Nomor 44 Tahun 2011 bukan berarti Pulau Berhala
langsung menjadi milik Pemrov Kepri. Apa
lagi dalam putusannya, ternyata MA bukannya membatalkan Permendagri Nomor 44
tahun 2011 secara keseluruhan, hanya membatalkan beberapa poin yang termaktub
di dalam Permendagri tersebut (Jambi Independent 23/02/2012).
Ada hal
misterius yang hingga kini belum jelas adalah Undang-undang apa yang dilanggar
oleh Permendagri Nomor 44 Tahun 2011. MA seharusnya menjelaskan UU apa yang
dilanggar karena permohonan judicial review menunjukkan adanya
peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan di atasnya.
Begitu juga
perkataan aneh yang dilontarkan Ampuan Situmeang Tim Hukum Pemprov Kepri bahwa
Permendagri Nomor 44/2011 menyalahi prosedur hukum karena bertentangan dengan
Undang-Undang 31 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Lingga. Yang menjadi
pertanyaan, apakah UU yang menjadi batu ukur Judicial review dalam perkara a
quo sudah tepat? Hal ini harus dipertegas karena dasar hukum (legal standing) Pulau berhala masuk
Provinsi Jambi juga berdasarkan UU 54 Tahun 1999 yang sudah lebih dahulu lahir
dari pada UU pembentukan Provinsi Kepri dan UU pembentukan Kabupaten Lingga.
Jika MA hanya
melihat Permendagri ini bertentangan dengan UU 31 Tahun 2003 tentang
pembentukan Kabupaten Lingga, bagaimana dengan Undang-undang Nomor 54 Tahun
1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro
Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi sebagai dasar lahirnya
Permendagri ini. Jika Permendagri dibatalkan karena UU 31 tahun 2003 ini
tentunya MA hanya memandang satu aturan saja, padahal UU 54 Tahun 1999 juga
menyangkut wilayah Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi,
dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi yang lebih dahulu ditetapkan
oleh Legislator di Senayan.
Judicial Riview ke MK
Keberhasilan
Pemprov Kepri dalam memperjuangkan Pulau Berhala patut di acungkan jempol.
Mulai dari pembentukan tim hukum Pulau Berhala untuk menganalisis peraturan
perundangan, inventarisasi bukti-bukti yang menguatkan kepemilikan Pulau
Berhala seperti sejarah Pulau Berhala, dokumen zaman kolonial Belanda,
penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan, Orde Lama dan Orde Baru dengan
menelusurinya pada Arsip Nasional. Berbeda dengan Pemprov. Jambi yang terkesan
lembek dalam menyikapi kasus a quo.
Lemahnya syahwat Pemprov Jambi mengakibatkan bargaining Jambi untuk memiliki Pulau Berhala semakin jauh.
Akan tetapi
ditengah pesimisme perjuangan Pulau Berhala, penulis optimis masih ada jalur
hukum yang bisa ditempuh. Pemprov Jambi bisa mengajukan permohonan Judicial Riview UU 31 Tahun 2003 tentang
pembentukan Kabupaten Lingga ke Mahkamah Konstitusi. Pemprov Jambi atau
masyarakat Jambi (masyarakat Pulau Berhala) mendalilkan bahwa UU 31 Tahun 2003
ini bertentangan dengan UUD 1945 terutama terkait penetapan daerah/wilayah
provinsi atau kabupaten sebagaimana termaktub dalam pasal 18 ayat (1) UUD Tahun
1945 yang menyatakan “Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
Begitu
juga Pemprov Jambi segera mendesak Mendagri agar duduk “semeja” dengan Pemprov
Kepri untuk mencari win win solution
terkait kepemilikan Pulau Berhala. Jangan kita disibukan dengan persoalaan
siapa yang paling berhak dan pantas memiliki Pulau Berhala. Alangkah baiknya
kita membicarakan bagaimana pengaturan, mengelola dan membangun Pulau berhala
yang melibatkan stakeholder baik itu
pemprov Jambi, Pemprov Kepri, masyarakat sipil, karena pulau berhala masih
dalam wilayah Republik Indonesia. sudah saatnya stakeholder memikirkan jalan terbaik, mau dibawa kemana (quo vadis) Pulau Berhala, agar konflik
yang sudah berlangsung hampir 30 tahun tidak hanya menyisakan kemudaratan tapi
mulai mengahasilkan mamfaat dengan
pengelolan Pulau Berhala secara serius.
Ilham Kurniawan Dartias
Staf Hukum dan Analisis Kebijakan KKI Warsi
Dimuat pada koran jambi independent
Tidak ada komentar:
Posting Komentar