Senin, 10 September 2012

Quo Vadis Pulau Berhala?*




Pasca keluarnya Putusan MA No. 49 P/HUM/2011 yang menganulir Permendagri No. 44/2011 terkait kepemilikan Pulau Berhala merupakan pukulan telak bagi Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Jambi. Judicial Riview (uji materil) Permendagri Nomor 44 Tahun 2011 yang dimohonkan Pemprov Kepri membuahkan hasil yang menggembirakan bagi masyarakat Kepri dan pil pahit bagi masyarakat Jambi. Konflik penguasaan Pulau Berhala yang sudah berlangsung sejak 1982 silam, hampir bermuara pada penetapan secara yuridis siapa sebenarnya yang berhak atas Pulau Berhala. Sebelum Kepri menjadi provinsi tersendiri, pulau tersebut dipertahankan oleh Pemprov Riau dan Pemprov Jambi. Namun, setelah terjadi pemekaran, sengketa beralih ke Pemprov Kepri dengan Pemprov Jambi. Lahirnya putusan MA dalam perkara a quo menjadikan kepemilikan Pulau Berhala semakin jauh dalam genggaman Pemprov Jambi dan terbuka lebar bagi Pemprov  Kepri.

Keberadaan Pulau Berhala

Sebelum keluar putusan MA, Pulau Berhala masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Berdasarkan Pasal 2 Permendagri Nomor 44 Tahun 2011, Pulau Berhala terletak di bagian Utara Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi pada posisi 0º 51’ 34” Lintang Selatan (LS) dan 104º 24’ 18” Bujur Timur (BT). Kemudian, dalam Pasal 3 dinyatakan secara eksplisit Pulau Berhala masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Keberadaan Pulau Berhala dalam administrasi Provinsi Jambi juga dipertegas oleh pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, bahwa dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau mengecualikan Pulau Berhala masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Kepulauan Riau.

Keberadaan Pulau Berhala masuk wilayah administratif Jambi juga tergambar pada Pasal 9 ayat (4) Undang-undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi menyebutkan bahwa batas Kabupaten Tanjung Jabung Timur  sebelah utara dengan Laut Cina Selatan, sebelah timur dengan Laut Cina Selatan, sebelah selatan dengan Kecamatan Kumpeh, Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi dan Propinsi Sumatera Selatan dan dsebelah barat dengan Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi. Sebelah utara Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi inilah posisi Pulau Berhala yang notabene masuk dalam wilayah Provinsi Jambi.

Penguasaan Pulau Berhala secara efektif oleh sebagian besar masyarakat Bedu dan Nipah Panjang merupakan alasan sosiologis bahwa Pulau Berhala adalah wilayah Provinsi Jambi. Secara geografis letak Pulau Berhala dekat dengan Kecamatan Nipah Panjang dan Kecamatan Sadu. Sejak puluhan tahun lalu, setiap liburan lebaran dan liburan besar besar lainnya masyarakat Nipah Panjang dan Sadu selalu berkunjung ke Pulau Berhala untuk berwisata (Haluan Kepri 18/02/2012).

Pertentangan Yuridis

Dikabulkannya Judicial Review Permendagri nomor 44 tahun 2011 menyisakan misteri yang harus diungkap kepermukaan, agar status dan konflik kepemilikan pulau berhala menjadi terang. Berbagai berita di media nasional dan lokal baik di Jambi dan Kepri saling mengklim terkait kepemilikan dan status pulau berhala pasca putusan MA. Sebut saja pemberitaan yang mengatakan bahwa Pulau Berhala yang selama ini disengketakan dua provinsi bertetangga, Kepulauan Riau (Kepri) dan Jambi, akhirnya dinyatakan sebagai milik Provinsi Kepri. Walaupun Mahkamah Agung mengabulkan gugatan judicial review Permendagri Nomor 44 Tahun 2011 bukan berarti Pulau Berhala langsung menjadi milik Pemrov Kepri. Apa lagi dalam putusannya, ternyata MA bukannya membatalkan Permendagri Nomor 44 tahun 2011 secara keseluruhan, hanya membatalkan beberapa poin yang termaktub di dalam Permendagri tersebut  (Jambi Independent 23/02/2012).

Ada hal misterius yang hingga kini belum jelas adalah Undang-undang apa yang dilanggar oleh Permendagri Nomor 44 Tahun 2011. MA seharusnya menjelaskan UU apa yang dilanggar karena permohonan judicial review menunjukkan adanya peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.

Begitu juga perkataan aneh yang dilontarkan Ampuan Situmeang Tim Hukum Pemprov Kepri bahwa Permendagri Nomor 44/2011 menyalahi prosedur hukum karena bertentangan dengan Undang-Undang 31 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Lingga. Yang menjadi pertanyaan, apakah UU yang menjadi batu ukur Judicial review dalam perkara a quo sudah tepat? Hal ini harus dipertegas karena dasar hukum (legal standing) Pulau berhala masuk Provinsi Jambi juga berdasarkan UU 54 Tahun 1999 yang sudah lebih dahulu lahir dari pada UU pembentukan Provinsi Kepri dan UU pembentukan Kabupaten Lingga.

Jika MA hanya melihat Permendagri ini bertentangan dengan UU 31 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Lingga, bagaimana dengan Undang-undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi sebagai dasar lahirnya Permendagri ini. Jika Permendagri dibatalkan karena UU 31 tahun 2003 ini tentunya MA hanya memandang satu aturan saja, padahal UU 54 Tahun 1999 juga menyangkut wilayah Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi yang lebih dahulu ditetapkan oleh Legislator di Senayan.

Judicial Riview ke MK

Keberhasilan Pemprov Kepri dalam memperjuangkan Pulau Berhala patut di acungkan jempol. Mulai dari pembentukan tim hukum Pulau Berhala untuk menganalisis peraturan perundangan, inventarisasi bukti-bukti yang menguatkan kepemilikan Pulau Berhala seperti sejarah Pulau Berhala, dokumen zaman kolonial Belanda, penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan, Orde Lama dan Orde Baru dengan menelusurinya pada Arsip Nasional. Berbeda dengan Pemprov. Jambi yang terkesan lembek dalam menyikapi kasus a quo. Lemahnya syahwat Pemprov Jambi mengakibatkan bargaining Jambi untuk memiliki Pulau Berhala semakin jauh.

Akan tetapi ditengah pesimisme perjuangan Pulau Berhala, penulis optimis masih ada jalur hukum yang bisa ditempuh. Pemprov Jambi bisa mengajukan permohonan Judicial Riview UU 31 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Lingga ke Mahkamah Konstitusi. Pemprov Jambi atau masyarakat Jambi (masyarakat Pulau Berhala) mendalilkan bahwa UU 31 Tahun 2003 ini bertentangan dengan UUD 1945 terutama terkait penetapan daerah/wilayah provinsi atau kabupaten sebagaimana termaktub dalam pasal 18 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang menyatakan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.  
Begitu juga Pemprov Jambi segera mendesak Mendagri agar duduk “semeja” dengan Pemprov Kepri untuk mencari win win solution terkait kepemilikan Pulau Berhala. Jangan kita disibukan dengan persoalaan siapa yang paling berhak dan pantas memiliki Pulau Berhala. Alangkah baiknya kita membicarakan bagaimana pengaturan, mengelola dan membangun Pulau berhala yang melibatkan stakeholder baik itu pemprov Jambi, Pemprov Kepri, masyarakat sipil, karena pulau berhala masih dalam wilayah Republik Indonesia. sudah saatnya stakeholder memikirkan jalan terbaik, mau dibawa kemana (quo vadis) Pulau Berhala, agar konflik yang sudah berlangsung hampir 30 tahun tidak hanya menyisakan kemudaratan tapi mulai mengahasilkan  mamfaat dengan pengelolan Pulau Berhala secara serius.  

Ilham Kurniawan Dartias
Staf Hukum dan Analisis Kebijakan KKI Warsi
Dimuat pada koran jambi independent 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar