Selasa, 02 Juli 2013

Politik Kartel Bawang

Ilham Kurniawan Dartias 
Staf Hukum dan Analisis Kebijakan KKI Warsi 


Hot news yang sedang disuguhkan media terkait masalah ekonomi di Indonesia semakin bergejolak. Setelah suguhan kenaikan harga kedelai, cabai, dan daging sapi yang siknifikan, akhirnya si bawang mengikutti rekan-rekannya. Saat ini, di pasaran harga bawang merah rata-rata menembus Rp50.000 hingga Rp 60.000 per kg. Harga bawang putih lebih tinggi lagi, mencapai Rp 80.000 hingga Rp 90.000 per kg. Padahal, sebelumnya, harga bawang merah di kisaran Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per kg. Sedangkan bawang putih berkisar Rp 12.000 sampai Rp 14.000 per kg. Meski bukan termasuk kebutuhan pokok, harga yang naik gila-gilaan itu mengundang kecemasan masyarakat, terutama ibu rumah tangga. Pertanyaan yang mengganjal adalah kenapa tiba-tiba harga bawang ini meroket, padahal tidak ada momen tertentu yang mendobrak harga karena tingginya permintaan masyarakat seperti saat hari raya dan bencana atau momen hari besar lainnya. Besar kemungkinan penyebabnya adalah pasokan bawang yang minim di pasaran.
 

Di beberapa media, bergulir kecuriaan penyebab melonjaknya harga bawang karena adanya kongkalingkong sejumlah importir yang sengaja menimbun barang, sehingga suplai bawang ke pasar sedikit sedangkan permintaan tetap. Hal hasil kenaikan harga tidak bisa dihindari. Kecurigaan ini semakin ayal ketika ditemukan tumpukan 392 peti kemas yang berisi bawang putih di Tanjung Perak. Padahal 110 peti kemas tersebut sudah mengantongi izin bongkar, akan tetapi importir sengaja tidak membongkarnya. Otomatis pasokan bawang ke pasar menjadi minim. Artinya ada kesengajaan kartel-kartel importer agar pasokan bawang berkurang sehingga harga bawang meroket. Kondisi ini jelas merugikan masyarakat. Politik Kartel Daniel Dhakidae mengatakan “kartel” adalah istilah yang sangat formal dan dikenal dalam konsep ekonomi. Kartel bertujuan mengontrol sesuatu misalnya bertujuan untuk mengontrol harga yang biasanya terjadi di masyarakat kapatalis. Dengan kondisi ekonomi, SDA yang dominan dikuasai asing tentunya politik kartel ini memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan sayapnya dan mengendalikan harga dan komoditi di Indonesia. 

Setidak ada empat faktor naiknya harga bawang di pasaran dalam negeri yaitu pertama, karena permainan kartel importer yang mengendalikan situasional pasar. Para kartel-kartel importer ini paham betul situasi pasar bawang di Indonesia terkait kapan waktu yang tepat memasarkan bawang dan kapan tidak memasarkannya. Temuan penimbunan bawang yang sudah mendapt izin bongkar tetapi sengaja ditahan-tahan bukti praktek kartel importir dalam mengendalikan bawang di pasaran. Kedua macetnya distributor impor bawang. Kebutuhan bawang di Indonesia sekitar 1,3 juta ton per tahun sementara kemampuan produksi dalam negeri sekitar 30 persen dari total kebutuhan tersebut, sehingga 70 persen sisanya harus diimpor dari Thailand, Filipina, Vietnam dan Malaysia. Ketiga regulasi tanpa antisipasi. 

Sejak Januari hingga Juni 2013, Pemerintah mulai melakukan Pembatasan impor berbagai komoditas yang diawali dengan pembatasan 13 komoditas hortikultura di antaranya kentang, kubis, wortel dan cabai, pembatasan impor juga akan diberlakukan terhadap berbagai komoditas lain secara bergantian. Kebijakan tersebut diprotes berbagai kalangan terutama negara-negara eksportir. Namun pemerintah tetap memberlakukan kebijakan tersebut dengan alasan melindungi petani dan produk dalam negeri serta tidak terus bergantung pada impor. Akan tetapi harga keledai, cabe dan kebutuhan lainya tetap naik karena tidak adanya antisipasi dari pemerintah jika importer melakukan permainan produk atau mengendalikan ketersediaan produk dipasaran. Hal serupa tetap dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan pengetatan impor bawang. Melalui Peraturan Menteri Pertanian No 60/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura serta Peratu¬ran Menteri Perdagangan No 60/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Peraturan tersebut menga¬tur 20 komoditas yang terdiri atas tujuh jenis sayur-buah-buahan, termasuk bawang putih dan merah. Permen tersebut menyebabkan impor hortikultura tak lagi bisa bebas. Sebelum memperoleh izin impor dari Kementerian Perdagangan, calon pengimpor wajib mengantongi rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Pengurusan dokumen. Memang kebijakan ini pro rakyat tetapi jika tidak ada perhitungan yang matang dan antisipasi dampaknya tentu akan sia-sia juga. Seharusnya pemerintah harus menguasai pasar dan dapat mengendalikan kebutuhan stok barang di pasarn baru melakukan pengetatan atau pembatasan impor. Artinya pemerintah harus segera membenahi strategi agar persoalan pangan dalam negeri tidak terus bermasalah yang disebabkan berbagai hal termasuk terbatasnya stok dan dominasi asing dalam mengendalikan pasaran dan ekonomi Negara ini. Keempat, pertumbuhan ekonomi. Ada peningkatan ekonomi di Indonesia yang mencapai enam persen berakibat pada pertumbuhan konsumsi perkapitan turut meningkat. Pertumbuhan ini akan berdampak pada permintaan akan bawang di pasaran meningkat sedangkan stok dan pasokan barang tetap. 

Solusi 

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi gejolak harga kebutuhan pokok yang akhir-akhir ini sering terjadi. Pertama kebijakan di sektor hulu yaitu kebijakan untuk meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi ditempuh dengan jalan penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk, dan obat-obatan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian. Ekstensifikasi pertanian dilakukan untuk meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah. Untuk itu negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian tersebut. Di antaranya adalah bahwa negara akan menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati. Jika ini berhasil dan persediaan barang di dalam negeri dapat terpenuhi maka dominasi importer dalam menguasai pasar akan beralih kepadda pemerintah. Sehingga kebijakan yang dilahirkan tidak akan bisa di intervensi atau dipermainkan oleh pemilik oleh kartel-kartel asing. Kedua menelusuri penyumpat komoditas impor, sehingga kita mengetahui permasalahnya dan dapat melakukan upaya preventif agar kebutuhan stok bawang dapat terpenuhi. Ketiga kebijakan-kebijakan praktis yang pro rakyat. Diharapkan pemerintah mengeluarkan kebijakan agar para petani dapat menggarap sektor pertaniannya melalui kebijakan integral pemerintah berupa lahan yang memadai, benih dan pupuk yang murah karena subsidi, pengarahan tanam dan perawatan tanaman dengan penyuluhan kepada petani, transportasi yang mudah dan murah karena infrastruktur jalan dan kendaraan yang layak, juga BBM murah dan paling penting adalah adanya pasar yang adil karena tidak ada monopoli, tidak ada penimbunan dan tidak ada pematokan harga. 

Demikian pula bertumpunya ekonomi pada sektor pertanian, produksi, perdagangan dan industri akan menstabilkan harga dan meniadakan laju inflasi. Tidak sebagaimana hari ini yang masih bertumpu pada sektor non riil serta manusia beraktivitas ekonomi dengan asas kebebasan memiliki dan melakukan tindakan apa pun serta dominasi asing dalam penguasaan barang. Keempat law of enforcement (penegakan hukum). Menyeret pelaku penimbunan barang secara tegas. 

Berdasarkan Pasal 54 ayat (2) UU 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengatakan bahwa pelaku penimbunan dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; dan/atau, pencabutan izin. Begitu juga dalam pasal Pasal 133 mengatakan terhadap Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja menimbun atau menyimpan melebihi jumlah maksimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga Pangan Pokok menjadi mahal atau melambung tinggi dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Jika mata rantai politik kartel importer ini tidak diputus, maka Negara kita akan selalu dikendalikan dan dihadapkan pada kondisi dilematis dimana rakyat akan selalu terkungkung oleh permainan kartel-kartel importer (asing).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar