Rabu, 20 April 2011

Artikel Pendidikan “Sebuah Perjuangan Gerakan Mahasiswa”*

Oleh : Ilham Kurniawan Dartias


“Hendaknya perjuangan kita harus didasarkan pada kesucian. Dengan demikian, perjuangan kita merupakan perjuangan antara jahat dengan suci itu senantiasa mendapat pertolongan dari Tuhan. Apabila perjuangan ini pun akan terwujud, perjuangan antara kekuatan lahir melawan kekuatan batin dan kita percaya kekuatan batinlah yang akan menang.”

Deretan kata diatas merupakan suara-suara perjuangan dan pergerakan yang dikumandangkan oleh Jendral Soedirman. Sebuah perjuangan suci menuju tercapainya kemerdekaan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Begitulah para pemimpin bangsa dengan satu misi yang lahir murni dari hatinya memperjuangkan bangsa walau harus mengorbankan nyawanya sendiri demi satu tujuan merdeka atau mati.

Pasca kemerdekaan perjuangan dilanjutkan bagaimana mempertahankan dan mengisi serta membangun bangsa ini. Disinilah diharapkan adanya regenerasi pemimpin bangsa dan adanya transformasi ilmu sehingga mencetak kader – kader intelektual ( baca ; mahasiswa ) sebagai leader untuk menyuarakan dan memajukan negara.

Menilik problem yang terjadi sekarang kaum intelek atau mahasiswa merupakan penggerak dalam dinamika kehidupan bangsa, pilar dalam keberlangsungan dan kemajuan negara di masa mendatang, sebagai agent of change. Mobilisasi pergerakan mahasiswa setiap angkatan mempunyai tantangan dan hambatan yang berbeda. Tapi kobaran api semangat mahasiswa takkan pernah padam sepanjang nilai – nilai kebenaran masih terinjak – terinjak oleh kediktatoran. Kita dapat berkaca dengan suksesnya gerakan mahasiswa dan keberhasilan target serta tuntutan dari mahasiswa. Seperti gerakan mahasiswa Argentina dalam menggulingkan diktator Juan Veron. Begitu juga di Indonesia gerakan mahasiswa 66 menggulingkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup dan gerakan 98 melengserkan kekuasaan Orde Baru ( baca : Soeharto ) dengan militeristik dan represif. 

Begitu besarnya perjuangan dan tingginya semangat juang mahasiswa demi terwujudnya tujuan keinginan dan misi yang satu yaitu perubahan yang lebih baik. Walaupun dilatarbelakangi oleh lembaga – lembaga mahasiswa yang berbeda, tetapi gerakan mahasiswa tetap bersatu padu tanpa mengedepankan egoisme individu, kelompok maupun lembaganya.

Pasca Reformasi, dimana setiap orang bebas menyuarakan pendapatnya dan diharapkan mahasiswa bisa menempatkan dirinya sebagai leader dan agent of change serta promotor dalam menyuarakan kepentingan mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Tetapi realitanya gerakan mahasiswa memudar pasca reformasi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemerosotan pergerakan mahasiswa.

Pertama, mahasiswa yang dilatarbelakangi dengan lembaga- lembaga kemahasiswaan yang berbeda baik internal maupun eksternal kampus belum sepenuhnya memahami dan menelaah lebih dalam makna, hakikat dan tujuan pergerakan itu. Adanya egoisme lembaga sehingga belum terciptanya kesepahaman dan kesatuan misi dalam pergerakan mahasiswa dewasa ini. 

Untuk itu perlunya membangun pemahaman terminal akhir dan kesatuan mengisi dalam pergerakan. Oleh karena itu melalui konsolidasi para tokoh pergerakan mahasiswa perlu membangun jembatan hati dan membahas pokok – pokok permasalahan baik kebijakan dan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang tidak berpihak pada masyarakat.

Kedua, gerakan mahasiswa bukan lagi murni menyuarakan kepentingan masyarakat. Politik praktis merebak dan menular kedalam civitas akademika kampus. Ini akan mengurangi independensi mahasiswa sebagai kaum intlektual. Para politikus busuk dan bandit-bandit yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya menjadikan mahasiswa sebagai boncengan untuk mencapai tujuanya. Banyaknya organisasi yang dijadikan organisasi sayap bagi partai politik dan sebagai basis dalam memperjuangkan misi partainya. Ini telah menciderai filosofis pendidikan itu sendiri yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian ( Tri Dharma Perguruan Tinggi ).

Ketiga, banyaknya gerakan mahasiswa yang dimanfaatkan oleh stakeholder ( pihak berkepentingan ). Dalam setiap gerakanya baik dalam hal menyerahkan kebijakan dan kasus yang terjadi di masyarakat membuat mahasiswa dijadikan basis massa untuk pergerakan, padahal mereka tidak memahami hakikat dan makna pergerakan itu sendiri, sehingga timbullah gerakan yang radikal dan represif dalam menyalurkan aspirasi dan protes.

Keempat, sifat acuh tak acuh dari sebagian mahasiswa. Realitanya kebanyakan mahasiswa hanya kuliah mengikuti mata kuliah yang ada tanpa melihat keadaan sosial masyarakat saat ini. Kurangnya rasa peduli bagai terkikis oleh zaman. Perlunya pedidikan berbasis moral untuk meningkatkan rasa sosial dan peka terhadap keadaan masyarakat demi mengembalikan marwah mahasiswa. 

Kelima, terkekangnya kreatifitas dan kekuatan mahasiswa oleh sistem birokrasi yang membunuh semangat juang mahasiswa. Oleh karena itu perlunya perlawanan , kesatuan gerakan dalam memperjuangkan dan menyuarakan kepentingan mahasiswa sehingga dapat mengembangkan dirinya dan meningkatkan kepedulian sosial dan menentang setiap kebijakan dan kasus yang melanggar kepentingan masyarakat dan HAM.

 Dimuat di http://www.padang-today.com/?mod=artikel&today=detil&id=388*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar