Rabu, 20 April 2011

Virus Korupsi Masuk Kampus*

Oleh: Ilham Kurniawan Dartias


Virus Korupsi semakin merajarela. Gonjang-ganjing drama korupsi di tanah air ini semakin membumbung tinggi, saat Komjen Pol. Susno Duaji menyampaikan informasi adanya makelar kasus (markus) di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) beberapa waktu yang lalu. Tidak lepas dari ingatan kita masalah Century, yang membenamkan keuangan negara hingga angka fantastis, 6,7 Trilyun Rupiah. Bahkan lembaga yang membidangi keagamaan, Departemen Agama, tidak lepas dari masalah korupsi.

Begitu juga yang sangat hangat saat ini kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang gampang melakukan penyuapan, manipulasi pajak, keluar masuk penjara dan pelisiran keluar negeri. Korupsi juga merasuk kedalam pemerintahan di daerah. Saat ini sangat  sulit menemukan kepala daerah yang tidak korupsi (Padang Ekspres 21/02/2011).  

Korupsi tidak hanya merasuk dalam pemerintahan, aparat penegak hukum, anggota dewan saja  tetapi mulai masuk keranah pendidikan. Dunia pendidikan yang seharusnya tempat mendidik dan menimba ilmu bagi generasi muda, terkotori dengan perilaku bejat koruptor yang bermain di areal pendidikan (baca: kampus).

Ketika mencuat kasus korupsi  di kampus, para pimpinan kampus seperti kebakaran jenggot dan langsung pasang badan melakukan pembelaan dengan segala cara agar kebobrokanya tidak terungkap. Desakan yang dilakukan mahasiswa dan kalangan pengiat anti korupsi dianggap sebagai serangan terhadap institusi kampus. Padahal dibalik semua itu, terkandung nilai juang yang tinggi dan luhur supaya virus korupsi tidak menyebar ke dunia pendidikan.

Di Indonesia korupsi dapat di ibaratkan bagaikan kentut, jelas tercium, tapi sulit dibuktikan. Terang benderang, tapi sulit dijamah. Korupsi menjadi kebiasaan dan hal yang lumrah. Para pejabat negara seperti kecanduan untuk menyelewengkan dana dan mengalokasikannya demi memperkaya diri. Mereka tahu korupsi adalah perbuatan salah, tapi mereka masih tetap melakukannya dan berusaha untuk menutup-nutupi tindakan koruptifnya dengan cara berlindung dibalik jabatannya. Akan tetapi sepandai tupai melompat akan jatuh juga dan sepandai-pandainya menyimpan bangkai pasti akan tercium juga. Begitu juga korupsi yang baru-baru ini tercium di beberapa kampus. Sebut saja indikasi korupsi di kampus IAIN Imam Bonjol Padang yang melibatkan beberapa pihak rektorat. Mahasiswa mencium adanya gelagat yang tidak baik dalam penggunaaan anggaran yang masuk ke kampus. Oleh karena itu mahasiswa menuntut transparansi penggunaan anggaran tersebut. Akan tetapi pihak rektorat berusaha untuk menghalangi tindakan terpuji dari mahasiswa. Karena derasnya dorongan dan aksi demonstrasi dari mahasiswa agar kasus ini terkuat kepermukaan. Jika perlu diadaakan audit serius terhadap penggunaan anggaran tersebut.

Di Universitas Andalas Padang virus korupsi sudah masuk dan tidak kalah hebatnya, Ada beberapa kasus korupsi yang di indikasi melibatkan beberapa pejabat di kampus. Sebut saja penyalahgunaan lahan konservasi di Mentawai melalui penggunaan Hak Pengeloalan Hutan (HPH) yang dikelola oleh Koperasi Andalas Madani. Sampai sekarang kasus ini tidak ada kelanjutan dan proses hukum.

Begitu juga indikasi kasus korupsi Bus kampus Unand yang sudah masuk ke Kejari Padang sampai saat ini tidak ada kelanjutannya. Kejari Padang mati suri dalam menguak kasus korupsi bus kampus ini. Seharusnya para koruptor yang berkecimpung di dunia pendidikan harus dihukum berat karena ini akan merusak sendi-sendi pendidikan di negara kita.

Virus korupsi
Seperti virus yang mudah menyebar dan menghancurkan sistim keamanan computer. Begitu juga korupsi yang semakin bertaburan merambah semua lini kehidupan berbangsa di Indonesia dan menghancurkan kehidupan berbangsa . Apa lagi virus korupsi telah merambah dunia pendidikan. Dapat kita bayangkan bagaimana sarjana yang akan lahir nantinya jika korupsi menjadi hal yang lumrah. Ada beberapa praktik korupsi yang marak terjadi di kampus.

Pertama penyelewengan dalam pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pengelolaan PNBP sering dilakukan tidak melalui mekanisme APBN. Disamping itu lemahnya pemahaman tentang pengelolaan PNBP, adanya kekhawatiran pengelolaan PNBP melalui mekanisme APBN memperlambat penggunaannya, sehingga pihak PT sengaja mengelola sendiri dan menyelewengkan untuk kepentingan sendiri dan kelompok tertentu.

Kedua kasus pengadaan barang dan jasa untuk keperluaan perguruan tinggi. Dalam pengadaan barang dan jasa sangat rentan dengan praktik korupsi. Proses lelang yang bersifat tertutup atau tidak transparan, dan tidak diumumkan secara luas ke masyarakat, tender arisan di mana peserta lelang sudah diatur terlebih dahulu pemenangnya dan terjadinya mark up dalam pengadaan barang dan jasa.

Ketiga adanya keuangan negara baik melalui pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah yang masuk ke perguruan tinggi dalam bentuk program hibah kompetensi dan beasiswa. Diantaranya seperti program hibah penelitian, program hibah pembinaan perguruan tinggi swasta, program penelitian dosen dengan sumber dana dari lembaga donor pemerintah, program penelitian atas kerja sama dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah. program beasiswa, program pembiayaan kegiatan (seminar, pelatihan, bengkel kerja, dll). Dari program yang ada cara klasik paling sering digunakan untuk mengkorupsi keuangan negara yaitu bermain di proposal yang diajukan. 

Virus korupsi yang masuk ke kampus seperti noda yang harus dibersihkan agar tidak merusak moral generasi bangsa. Sangat wajar jika mahasiwa atau para penggiat anti korupsi menyuarakan pemberantasan korupsi di kampus karena ini merupakan panggilan moral untuk mensuci kampus dari praktik korupsi.  Ironisnya panggilan moral itu hanya berasal dari mahasiswa dan penggiat anti korupsi, sedangkan para penguasa kampus justru menutup-nutupi tindakan bejatnya. Akibatnya mahasiswa sering menjadi sasaran empuk bagi penguasa kampus, supaya menutup mulut dan jangan menyuarakan kasus korupsi yang ada dikampus. Dalih-dalih untuk menjaga nama baik kampus, penguasa kampus justru menghancurkan marwah kampus itu sendiri. Para koruptor kampus akan melakukan berbagai cara agar kasus korupsi dikubur dan tidak akan dibuka kembali. Bagi Mahasiswa yang tetap ngotot membuka kasus korupsi di kampus akan ditindak dan diancam dengan berbagai sanksi, baik sanksi secara personal maupun sanksi secara organisasi/kelembagaan.

Contoh saja sanksi akademik yang diberikan kepada Lembaga Advokasi Mahasiswa dan Pengkajian Kemasyarakatan (LAM & PK) salah satu organisasi kampus di Fakultas Hukum  Unand yang diberi sanksi karena meminta transparansi penggunaan Dana Pengembangan Konstitusi (DPI). Padahal informasi yang diminta adalah informasi publik yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan ruang bagi perorangan dan instansi untuk memperoleh informasi publik tapi pimpinan kampus memandang itu suatu kerahasiaan dan tidak boleh dipublikasikan. Tentu timbul tanda tanya ada apa di balik DPI tersebut?

Sejauh ini, tampaknya belum ada PTN ataupun PTS yang diajukan ke meja hijau untuk masalah korupsi keuangan negara melalui sejumlah bantuan negara. Kedepan, jika ada maka siapapun oknum yang bekerja di lingkungan PTN/PTS tersebut harus dijatuhi yang hukuman seberat-beratnya kalau perlu hukuman mati.

Disamping itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituntut perannya untuk “membersihkan” (jikalau ada) koruptor-koruptor yang bersarang di lingkungan pendidikan. KPK harus turun tangan jika kerugian yang disebabkan lebih dari 1 milyar. Karena Angka 1 Milyar disyaratkan bagi kehadiran KPK untuk melakukan tugasnya (lihat Pasal 11c, UU No. 20 Tahun 2002 Tentang KPK).

Mengapa pemberantasan korupsi di kampus menjadi sangat penting? Karena di sini (kampus) adalah tempat disemainya para calon-calon pemimpin bangsa. Tempat menanamkan idealisme. Akan sangat disayangkan jika kampus malah diisi oleh sejumlah manusia “rendah” pemakan uang negara yang mendidik para mahasiswa negeri ini. Oleh karena itu semua elemen harus ikut dalam menghilangkan virus korupsi yang masuk ke kampus.

Dimuat Dalam Opini Padang Ekspres Pada Jumat, 25 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar